Apa Hukum Nikah Bagi Wanita

2016-02-23-tujuan menikah

Hukum menikah bagi wanita para ulama pun berbeda pendapat namun yang rajih adalah pendapat jumhur ulama, bahwa menikah hukumnya adalah sunnah dan tidak sampai wajib, wallahu a’lam.

Namun perlu digaris-bawahi, khilafiyah yang di bahas di atas adalah jika seseorang dalam kondisi yang aman dari fitnah dan aman dari resiko terjerumus dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah terkait syahwat kepada wanita.

?Adapun jika seseorang khawatir terjerumus ke dalam fitnah semisal zina dan lainnya, tidak ada khilaf di antara para ulama bahwa nikah dalam keadaan ini adalah wajib.

↪ Karena membentengi dan menjaga diri dari perkara haram itu wajib, sehingga dalam kondisi ini menikah hukumnya wajib.

? Al Qurthubi berkata:

قال علماؤنا: يختلف الحكم في ذلك باختلاف حال المؤمن من خوف العنت الزنى، ومن عدم صبره، ومن قوته على الصبر، وزوال خشية العنت عنه وإذا خاف الهلاك في الدين أو الدنيا فالنكاح حتم ومن تاقت نفسه إلى النكاح فإن وجد الطَّوْل فالمستحب له أن يتزوج. وإن لم يجد الطول فعليه بالاستعفاف ما أمكن ولو بالصوم لأن الصوم له وِجاءٌ كما جاء في الخبر الصحيح

?“Para ulama kita berkata, hukum nikah itu berbeda-beda tergantung keadaan masing-masing orang dalam tingkat kesulitannya menghindari zina dan juga tingkat kesulitannya untuk bersabar.

?Dan juga tergantung kekuatan kesabaran masing-masing orang serta kemampuan menghilangkan kegelisahan terhadap hal tersebut.

? Jika seseorang khawatir jatuh dalam kebinasaan dalam agamanya atau dalam perkara dunianya, maka nikah ketika itu hukumnya wajib.

?Dan orang yang sangat ingin menikah dan ia memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar untuk menikah hukumnya mustahab baginya.

?Jika ia tidak memiliki sesuatu yang tidak bisa dijadikan mahar, maka ia wajib untukisti’faf (menjaga kehormatannya) sebisa mungkin. Misalnya dengan cara berpuasa, karena dalam puasa itu terdapat perisai sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih”.

https://muslim.or.id/25059-apakah-menikah-itu-wajib.html

?Apakah Suami Istri Kembali Bersatu di Surga Kelak

✅ Benar. Seorang istri akan bersatu kembali dengan suaminya di surga kelak bahkan bersama-sama anak keturunannya baik laki-laki dan perempuan selama mereka beragama Isalam (mentauhidkan Allah -pen). Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala,

والذين آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم وما ألتناهم من عملهم من شيء

” Dan orang-orang beriman, berserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan. Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan kami tidak mengurangi sedkitpun pahala amal (kebajikan) mereka.” (QS. Ath Thur: 21).

https://muslimah.or.id/3409-apakahkah-suami-istri-kembali-b

Dalil dari hadits

اَيُّمَا امْرَأَةٍ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا فَتَزَوَّجَتْ بَعْدَهُ فَهِيَ ِلآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Wanita mana saja yang ditinggal mati suaminya, lalu dia menikah lagi setelahnya, maka dia milik suaminya yang terakhir.” (Lihat as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1281)

والله أعلم

???????

Copas and Posted by?:
BC WA Info Dakwah Islamic Center
+966556214044?
&
WA Dakwah Majlis TaKlim Akhowat
+966508293088?

? Muhasabah untukmu…suami..dan istri… ?

2016-01-23-suami-istri

Jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu. Karena kamu pun juga tidak sama persis dengan maunya.
Jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya suami yang sama persis dengan maumu. Karena kamu pun juga tidak sama persis dengan maunya.
Jangan pula berharap mempunyai istri atau suami yang punya karakter sama seperti dirimu. Karena suami istri adalah dua orang yang berbeda. Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi.
~•~•~•
Istriku….
“Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis yang leluasa beraktivitas, banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Aku yang menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan.
Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.
Wahai istriku, engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban, aku yang memberikan beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara rumahku.
Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.
Wahai istriku, di kala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Bila gundah, kau penyejuk hatiku. Kala bimbang, kau penguat tekadku. Jika lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika salah, kau yang menasehatiku.
Wahai istriku, telah sekian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki.
Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu?
Dengan alasan apa aku perlu marah padamu?
Andai kau punya kesalahan atau kekurangan, semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata.
Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu, jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.
Maafkan aku istriku, kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama untuk membawa bahtera rumah tangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah.
Segala puji hanya untuk Allah yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”
~•~•~•~•
Suamiku…
“Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.
“Wahai suamiku, ketika aku sendiri kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Saat aku punya kekurangan, kau mencukupiku. Dalam duka, kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu, kau selalu ingin melindungiku.
“Wahai suamiku, tidak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tidak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.
“Lalu, atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu, dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu.
Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhanmu beramal sholeh membanggakanku.
Tekadmu untuk mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah membahagiakanku.
“Maafkan aku wahai suamiku, akupun akan memaafkan kesalahanmu.
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah.
Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya”

KUTAHAN AMARAHKU…SUAMIKU….

Suatu hari, dua orang wanita yang bersahabat saling bertemu dan bertukar cerita.

Salah satu dari mereka lalu mengungkapkan rasa penasarannya bahwa sahabatnya terlihat sangat jarang sekali marah kepada sang suami, atas bagaimanapun perlakuan yang diterimanya.

Lalu sang sahabat berkata….

Ketika kemarahan itu sudah sampai diubun-ubun, lalu aku masih menahannya dan mencoba tetap mendidik diriku untuk tetap mengingat, betapa jasanya yang dalam himpitan kesusahan, lelah dan penat, dia berusaha mencukupi nafkah untuk aku dan keluargaku.

Dan tidak jarang pula, akhirnya dia melupakan perawatan atas dirinya sendiri.

Aku seperti halnya kamu, adalah seorang wanita yang diciptakan lebih lemah dari pada lelaki.

Dan saat kelemahanku itu hadir dan mengusik mereka, seribu satu kemakluman beliau hadirkan untuk tetap mengerti kekuranganku sebagai wanita.

Terkadang keegoisan kami sama-sama datang, namun naluri mengalahnya atas perempuan manja yaitu aku, akan segera dimunculkan olehnya.

Direngkuhnya aku dan terucaplah perkataan maaf.

Dan, dari sanalah perdamaian kami tercipta.

Dan kamipun semakin bertambah mesra.

Tapi….Tidak jarang pula, ketika rasa “keunggulannya” sebagai lelaki hadir dan membuatnya sedikit terbawa dalam ego, hal itu memang membuatku sedikit sakit hati, yah aku kan hanya manusia.

Namun kesempatan itu tidak aku sia-siakan, aku tata batinku sedemikian rupa sehingga aku terlihat menyenangkannya dalam luasnya hatiku menerimanya.

Aku yakin, Allah yang Maha Melihat akan lebih ridho kepadaku saat itu.

Saat tiada teman berbagi, dialah yang menyediakan pundaknya yang kuat untukku menangis.

Kekuatan pikiran dalam logisnya dia berpikir, yang jelas-jelas memang lebih kuat dari pada aku, akhirnya memberi ruang bagiku sejenak untuk merasa nyaman dan terlindungi.

Sekuat-kuatnya wanita didunia ini, tapi sesuai dengan fitrahnya, wanita tetap dan pasti akan merasa butuh diayomi oleh laki-laki.

Rasanya tiada teman yang paling pantas aku akrabi selain suamiku.

Dan memang sebagai manusia biasa, dia tidak akan lepas dari kekurangan, seperti halnya aku.

Lalu setelah semua itu aku sadari, untuk alasan apalagi aku harus menuntutnya menjadi sempurna?

Dan dalam keterbatasan serta kekurangannya sebagai manusia, masih pantaskah aku menuntutnya untuk harus selalu berlaku dan memberi lebih kepadaku?

Dan bukan berarti aku merendahkan diriku sendiri atasnya, namun… dengan kalimatku ini, aku mencoba sadar diri, betapa aku mempunyai banyak kekurangan sebagai wanita.

Dan dia tetap memilih aku, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu hidupnya denganku, membimbing, mengayomi, dan menafkahi aku.

Lalu… berilah aku satu alasan, dari celah mana aku bisa tetap beralasan untuk tidak bisa menahan lidahku atas suamiku?

Dengan menahan kemarahanku padanya, insyaAllah akan memberi gambaran jelas tentang diriku, istrinya, yang sebenar-benarnya.

Jika aku selama ini belum dapat membuatnya bangga, mungkin saat inilah yang tepat bagiku mengukir kenangan yang dapat membanggakannya.

Membuatnya bangga bahwa aku adalah istri yang dapat tetap mengertinya, bahkan dalam keadaan marah sekalipun.

Setelah itu, aku yakin dia akan berkata pada hatinya, bahwa dia bersyukur telah meletakkan pilihan atas separoh hidupnya kepadaku.

Dan apakah kau tahu, bahwa suamiku adalah ladang amal yang InsyaAllah akan membawa ku kepada surga Allah yang abadi.

Keridho’annya adalah kunci pembuka pintunya, dan mengalah sedikit bukan berarti menjadi budaknya, namun sikap sabar itu yang justru akan memuliakan kita dihadapannya.

Maka, aku belajar untuk tidak merelakan hidup dan hatiku diatur oleh rasa.

Rasa amarah, rasa benci, dan apapun yang justru akan membelokkan fokusku dari menghimpun pahala dari sang maha kuasa.

Maka dari itu pula, aku ingin mencintai suamiku karena Allah. Hanya karena Allah saja.

Jadi setiap kali aku marah kepadanya, aku akan kembali mengingat Allah dan mengingatnya hanya sebatas manusia yang penuh dengan kekurangan, seperti halnya aku.

Hal itu yang menjauhkanku dari penghakiman apapun atas suamiku. Setelah itu, betapa hanya keteduhan yang akhirnya memenuhi hatiku, dan hilanglah amarahku.

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu . berkata, Rasullullaah Shalallahu alaihi Wasallam, Bersabda :

“Setiap orang di antaramu adalah penanggung jawab dan setiap orang diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah penanggung jawab atas umatnya, ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang suami penanggung jawab atas keluarganya, ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang istri penanggung jawab atas rumah tangga suaminya (Bila suami pergi), ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinanya.“

( HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi )

Semoga bermanfaat dan menjadi hikmah..

Kutahan Amarahku.. Suamiku…

?Curhat pada Suami Orang?

Bolehkah seorang istri curhat pada suami orang, baik sekedar bercerita atau curhat?
Yang jelas syari’at kita membentengi umatnya dari perbuatan haram seperti zina,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Syaikh As-Sa’di membawakan dalam bait sya’irnya,
وَسَائِلُ الأُمُوْرِ كَالمَقَاصِدِ
وَاحْكُمْ بِهَذَا الحُكْمِ لِلزَّوَائِدِ
Hukum perantara sama dengan hukum tujuan
Hukumilah dengan hukum tersebut untuk tambahan lainnya

Karenanya, perantara menuju zina seperti berdua-duaan pun dilarang.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amir, yaitu Ibnu Rabi’ah, dari bapaknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahramnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shahih lighairihi)
Di antara bentuk berdua-duaan (alias: khalwat) adalah chating dengan lawan jenis, termasuk bentuknya curhat dengan suami orang.

? Apa saja bahayanya?

Ada beberapa bahaya dari curhat pada suami orang, baik secara langsung maupun lewat media online seperti WhatsApp dan Facebook. Berikut delapan komentar yang kami himpun dari status kami di FB, hari ini, 7 Rabi’ul Awwal 1437 H (19-12-2015). Kami saring pendapat yang dinilai menarik.
✏Suya Macell: Biasanya cenderung terjadi perselingkungan ustadz. Karena laki-laki yang jadi tumpuan curhat tiba-tiba jadi dewa penolong bagi ibu tersebut. Dan ujung-ujungnya yang terjadi adalah maksiat, Ustadz. Di Bondowoso sini sudah banyak yang terjadi.
✏Peni Nur Aisyah: Saya rasa itu tidak pantas, kalau memang harus curhat masalah keluarga saya pilih ke teman akhwat yang memang bijak, atau ke ustadzah yang kompeten. Apalagi jika curhatnya berdua saja di inbox atau WhatsApp, atau via SMS itu akan sangat mudah sekali membuka jalan bagi syaithon untuk membuat “tersesat”.
✏Ayah Zahwa: Bahaya kholwat itu ustadz, membuka aib keluarga pada orang yang tidak tepat, akan timbul penilaian pada dirinya bahwa laki-laki yang dicurhati lebih baik dari suaminya, talbis iblis (tipu daya setan, pen.)
✏Anik Murlina: Sungguh tidak pantas. Hal tersebut adalah awal timbulnya perselingkuhan yang nantinya kita sebagai wanita yang akan dirugikan. Seorang istri harusnya bisa menyimpan semua masalah yang terjadi dalam rumah tangganya, bukan mengumbarnya.
✏Sumar Hilmikalila: Itu adalah pintu awal perzinaan, tidak pantas seorang istri ngobrol curhat sama suami orang. Itu namanya khianat.
✏Susiati Naya: Gimana mo pantas lah si ibu dengan suami orang tu, bukan mahram. Apalagi yang mau dishare masalah rumah tangga yang terlihat malah fitnah.
✏Priyadi Abu Nuha: Sungguh sangatlah tidak pantas ustadz. Karena itu: (1) membongkar aib keluarga, (2) membuka celah-celah setan, (3) pintu berbuat dosa dan maksiat. Apalagi dilakukan sering dan kontinyu, wah… Bahaya banget!!
✏Kharis Nizar: Bahaya ustadz, CURHAT jadi CURHOT, itu kata Ustadz Zainal Abidin.

Semoga Allah menjauhkan kita dari berbagai perbuatan haram dan menjauhkan kita dari zina serta hal-hal yang mendekatkan pada zina. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Selesai disusun di Darush Sholihin Panggang Gunungkidul, 7 Rabi’ul Awwal 1437 H
Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom

Cemburulah, Wahai Muslim

2016-02-24-jaga hati

Jika ustadz yang penampilannya membuatmu terfitnah, maka segeralah move on belajar dengan ustadz lain.

Kalau bisa, cukuplah saja belajar dengan ustadzah.
Carilah yang lebih aman.

Tapi kalau memang dirasa maslahat belajar kepada para asatidzah (laki-laki) dengan hadir durus mereka, silakan… jika tidak, simak kajian mereka dan baca tulisan mereka.

Jika hadir kajian ustadz tertentu yang ternyata berwajah menarik dan bisa membuat hati terfitnah (dan ustadz bisa saja tidak bermaksud begitu, walaupun bisa jadi iya), maka cari zona aman yang tidak bisa melihat wajahnya.

Jika ternyata semua tempat sudah terisi, atau mau tidak mau pasti melihat wajah ustadz yang bisa jadi disetting lebar-lebar, maka pulanglah dengan istighfar.

Allah Tahu isi hati semuanya.

Anda boleh menangis; bukan karena Anda kehilangan perasaan suka memandang wajah ustadz ganteng.

Anda menangis karena meninggalkan sesuatu karena ALLAH; dan Allah Maha Tahu kesedihan Anda demi-Nya.

Tinggalkan.

Jangan pernah berfikir, wahai akhwat, bahwa Anda tidak akan mencari ilmu, atau tidak bisa mencari ilmu kecuali dari ustadz fulan (yang muda, masih gagah, ganteng dll).

Jika Anda berfikir sesempit itu, maka sudah jelas: Anda telah terjebak fitnah.

Waspadalah….
Ini menjangkiti banyak hadirat akhwat.

Sekarang, ilmu banyak tersebar.
Wasilah mencari ilmu juga sangat beragam.

Dari yang bebas dari fitnah, sampai yang memang memaksa kita merasa terkesan disengaja untuk menjulurkan fitnah.

Carilah yang teraman dari syubhat.
Siapa yang tidak waspada, maka berpotensi terjerumus.

Baiklah…..

Tidak hanya wajah, tapi bisa jadi seorang akhwat terfitnah dengan suara ustadz; karena sebagian ustadz, suaranya itu halus, lembut, dan terkesan mengayomi; bahkan bagi sebagian akhwat, terasa seperti ‘rayuan rindu’.

Ini bisa jadi fitnah besar bagi beberapa.

Maka simak kajian ustadz lain yang suaranya tidak memberikan perasaan itu.

Ustadz tersebut mungkin tidak bermaksud merayu Anda; tapi kita sepakat hati perempuan bagaimana….

Bahkan, jika tulisannya membuat terfitnah pun, maka tinggalkan…

Ingat…..

Sarana mencari ilmu sekarang beragam!

Banyak juga sekarang para guru dan asatidzah.

Selamatkan hati juga, jangan hanya selamatkan pikiran (menuntut ilmu).

Perasaan itu adalah buhul.

Jika ia masih disisakan, lalu dipelihara, ia akan bertambah dan bertambah.
Nanti ketika sudah membesar, ia akan sulit dicabut.

Kalau dicabut sedikit, mudah terperbaharui dengan sendirinya.

Maka, sebelum semakin menggila perasaan Anda yang sudah terfitnah, segera bersihkan.

Semoga Allah menolong saya, Anda dan kita semua.

Jika wajah, suara bahkan sampai tulisan ustadz tertentu memberikan dharar (marabahaya/fitnah) bagi Anda, maka cari yang paling sedikit dhararnya.

Namun jika ternyata semuanya memberikan dharar yang kuat, maka kembalikan perasaan kepada Allah; dan Dia akan berikan Anda guru/ustadz/ustadzah yang bisa jadi lebih alim, lebih shalih, dan hati lebih terjaga dengan mereka.

Anda tidak bisa move on dari perasaan itu?

Maka Anda telah terfitnah.

Tidak mau lari dari fitnah?

Peliharalah…. sesalnya hanya di dunia…dan di akhirat.

[Ust. Hasan Al-Jaizy]